Kepada Januariku
Pada akhirnya, masa lalu hanyalah masa
yang sulit dan bahkan mustahil untuk terulang kembali. Seperti dulu, saya dengan
satu-satunya pria yang saya izinkan masuk ke dalam dunia saya tanpa banyak
pertimbangan. Hebatnya, dia bisa mencintai saya lebih dari saya mencintai diri
saya sendiri.
“Apa kabar? “
Hanya kalimat itu yang bisa saya
utarakan saat ini ketika diberi kesempatan untuk bersua denganmu. Kamu sadar
atau tidak, tapi bersamamu saya pernah merasa dicintai dengan sebegitunya.
Terhitung sejak dua atau tiga tahun yang lalu kita harus berakhir hanya karena satu
kebodohan yang sampai hari ini tidak pernah kamu ketahui sama sekali. Maaf, saya mencari banyak alasan untuk berakhir walau sebenarnya saya sama sekali tidak ingin mengakhirinya. Saya
tahu bahwa saya salah ketika memutuskan untuk menyelesaikan hubungan kita semudah itu. Bukan menyesal
jatuhnya, tapi lebih kepada merindu. Bagaimana tidak, ketika bersama, saya
merasa menjadi satu-satunya perempuan yang paling beruntung hidup di dunia. Berlebihan
memang, tapi begitulah adanya. Saya merindukan sosok pria yang ketika
merindukan saya, ia memilih untuk menemui saya di tengah kota dan menghabiskan malamnya
meski harus berkorban pada jarak dan waktu.
“Tuan, apa kamu ingat malam pertama kita bertemu sebagai sepasang kekasih? “
Ketika itu, hujan turun diantara
percakapan-percakapan kita yang kini membuat rindu. Meski awalnya bimbang,
entah ingin tetap melanjutkan perbincangan berdua dibawah rintik hujan atau
berteduh. Namun ternyata kamu memilih untuk berteduh di depan toko
bersama kerumunan orang yang ada di malam itu.
Berteduh saja agar tidak sakit, katamu.
Kamu tahu? Saya menuliskan ini sambil
tersenyum, mengingat ketika itu kamu memilih melindungi saya dari rintik
hujan dengan tubuh kamu yang sebenarnya tidak akan merubah apapun, saya masih akan
tetap merasa kedinginan. Tapi terima kasih, ya. Hujan di malam itu menjadi
warna baru dalam kisah kita.
Menghitung hari, ternyata jarak semakin
membentangkan dirinya seakan menjadi pemeran utama di antara kita. Januari,
hari ke dua puluh empat, kita memutuskan untuk melanjutkan hidup di jalan
masing-masing. Saya senang mendengarmu akan melanjutkan cerita baru di kota Malang. Dan di satu waktu yang sama, saya juga harus menangisi diri
sendiri sebab harus merelakan kamu pergi sejauh yang tidak pernah saya
bayangkan sebelumnya. Sedih rasanya harus menerima kenyataan sebab untuk bertahun lamanya kita tidak akan bertemu walau merindu. Maaf sebab dulu saya tidak bisa mengantarkanmu pergi walaupun sebatas di Bandara. Kamu tahu, kan, saya hanya akan merepotkanmu ketika melihatmu pergi di kota yang jauh itu. Saya hanya bisa menangis, menangis dan menangis. Maka biarkan saya tetap di sini, menunggumu sampai waktu kepulanganmu tiba. Pergilah bersama mimpimu, dan hiduplah dengan baik di sana. Saya percaya penuh padamu, sungguh.
Saya masih ingat betul bagaimana
kamu menguatkan saya ketika hampir menyerah pada sang jarak,
“Yang membentang di antara kita hari ini hanyalah jarak, Ci. Tapi selamanya kita akan tetap dekat dan terikat. “
Saya masih memegang kalimat itu sampai
detik ini, asal kamu tahu. Sayangnya, hubungan kita harus berakhir dengan perasaan yang
sebenarnya masih sama dan akan selalu sama. Maaf jika selama bersama, saya
belum mampu menjadi kekasih sebaik yang kamu inginkan, dulu. Saya pikir dengan
memutuskan hubungan ini kita bisa memulai perjalanan yang lebih bermakna, sebab
saya percaya jika kamu baik untuk saya, kamu pasti akan pulang dengan hati yang
sama walaupun kita harus terpisah oleh jarak bertahun lamanya.
Tahu tidak, hingga hari ini saya beruntung pernah dicintai oleh seseorang yang begitu hebat. Semoga suatu hari semua mimpi-mimpi yang pernah kamu ucap dalam doa serta perbincangan kita dulu bisa segera terkabul di sana pun di sini.
Apa kamu masih percaya pada cita dan
cinta kita sewaktu dulu? Kamu harus tahu bahwa saya selalu percaya itu. Saya harap kamu juga begitu. Kelak,
entah kamu akan meneruskan hidupmu di sana atau tidak, saya mohon jangan pernah
lupa jalan pulang. Sebab saya di sini, sama seperti ketika pertama kali kita
bertemu di masa lalu.
Jangan lupa pada satu kota yang mempertemukan kita hari itu, ya. Saya tidak habis pikir jika dulu saya menolak untuk ikut dalam satu acara singkat yang pada akhirnya membawa saya mengenal satu sosok pria yang sampai detik ini masih memiliki hati saya sepenuhnya. Jadi, terima kasih semesta.
Kepada Januariku, saya masih menunggu merpati membawa pulang kabar baik tentangmu. Entah sampai kapan. Semoga akan.
Dari, Kekasihmu di masa lalu.
Komentar
Posting Komentar